KAJIAN MAKNA “KULL” (كل)

Sumber gambar : Kompasiana.com

Rasulullah SAW bersabda:

ﻓَﺈِﻥَّ ﺧَﻴْﺮَ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳْﺚِ ﻛِﺘَﺎﺏُ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺧَﻴْﺮَ ﺍﻟْﻬُﺪَﻯ ﻫُﺪَﻯ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﺷَﺮَّ ﺍْﻷُﻣُﻮْﺭِ ﻣُﺤْﺪَﺛَﺎﺗُﻬَﺎ ﻭَﻛُﻞَّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺿَﻼَﻟَﺔٌ

Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah, sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Muhammad, seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru, dan كل (setiap/sebagian besar) bid’ah (hal baru) adalah sesat. (HR Muslim dalam Kitab Jumat)

Sebagian orang menjadikan hadits ini sebagai dalil semua bidah (hal baru)  adalah sesat. Tidak ada bidah yang baik karena makna kullu adalah semua. Di atas dikatakan kullu bidah dhalalah, artinya semua bidah adalah sesat.

Makna Hadits ﻛُﻞّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺿَﻼَﻟَﺔ

Memang secara zahirnya hadits ﻛُﻞّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺿَﻼَﻟَﺔ menyatakan bahwa semua jenis bidah adalah sesat. Namun jika kita maknai demikian akan terjadi kontradiksi dengan hadits dan nash lainnya. Seperti dengan hadits:

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

“Barangsiapa yang menciptakan satu gagasan yang baik dalam Islam, maka dia memperoleh pahalanya dan juga pahala orang yang melaksanakannya dengan tanpa dikurangi sedikit pun. Dan barangsiapa yang menciptakan satu gagasan yang jelek dalam Islam, maka dia akan terkena dosanya dan juga dosa orang-orang yang melaksanakannya dengan tanpa dikurangi sedikit pun” (HR Muslim)

Juga perkataan Sayidina Umar ra ketika melihat jamaah Tarawih yang digagasnya, نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ Sebaik-baiknya bidah adalah ini (HR Bukhari).  Hadits dan ucapan Sayidina Umar ra ini jelas mengindikasikan adanya Bidah yang baik.

Dalam ushul fiqih disebutkan jika ada dua atau lebih nash yang dzahirnya saling kontradiksi, maka harus dicari titik temu selama memungkinkan. Tidak boleh kita secara langsung membuang satu nash dan berpegang pada nash lain karena mengikuti hawa nafsu saja. Bagaimana titik temu antara hadits-hadits tersebut?

1.Makna Kullu: Sebagian

Titik temu hadits-hadits tersebut adalah mengartikan kullu dalam hadits ﻛُﻞّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺿَﻼَﻟَﺔ dengan sebagian. Jadi arti hadits tersebut adalah : sebagian bidah adalah sesat. Artinya ada sebagian bidah yang baik yaitu yang diisyaratkan oleh ucapan Sayidina Umar ra.
Dalam ushul fiqih disebutkan jika ada dua atau lebih nash yang dzahirnya saling kontradiksi, maka harus dicari titik temu selama memungkinkan. Tidak boleh kita secara langsung membuang satu nash dan berpegang pada nash lain karena mengikuti hawa nafsu saja. 
Kullu dengan makna sebagian bukanlah mengada-ada. Di dalam bahasa Arab kata kullu tidak selalu bermakna semua, terkadang kullu juga bermakna sebagian. Imam Fairuzabadi dalam kitabnya Qomus al Mukhith mengatakan:

الكُلُّ، بِالضَّمِّ اسْمٌ لِجَمِيْعِ الْأَجْزاءِ، لِلذَّكَرِ والْأُنْثَى، أَوْ يُقَالُ كُلُّ رَجُلٍ، وَكُلَّةُ امْرَأَةٍ، وَكُلُّهُنَّ مُنْطَلِقٌ وَمُنْطَلِقَةٌ، وَقَدْ جَاءَ بِمَعْنَى بَعْضٍ

Kullu dengan dhomah, adalah nama bagi semua bagian. Baik bagi kata maskulin atau feminim. Ada pula yang mengatakan bagi maskulin kullu rojul bagi feminim kullatu imroatin. (dikatakan) Kulluhunna muntholiq atau muntholiqoh. Dan sungguh telah datang (kullu) dengan makna sebagian.

Al Murtadho Az Zabidi dalam Kamusnya Tajul `Arus mengatakan:

قَالَ ابْنُ الْأَثِيْرِ : مَوْضِعُ كُلٍّ اَلْإِحَاطَةُ بِالْجَمِيْعِ وَقَدْ جَاءَ اسْتِعْمَالُهُ بِمَعْنَى بَعْضٍ وَعَلَيْهِ حُمِلَ قَوْلُ عُثْمَانَ رضي الله عنه حِيْنَ دُخِلَ عَلَيْهِ فَقِيْلَ لَهُ : أَبِأَمْرِكَ هَذَا ؟ فَقَالَ : كُلُّ ذَلِكَ – أَيْ بَعْضُهُ – عَنْ أَمْرِيْ وَبَعْضُهُ بِغَيْرِ أَمْرِيْ

Berkata Ibnu Atsir, topik dari kullu adalah makna yang mencakup keseluruhan. Namun sungguh telah datang penggunaannya dengan makna sebagian. Atas makna ini diarahkan ucapan Sayidina Utsman ra, Ketika beliau didatangi seseorang kemudian ditanya, “Apakah ini perintahmu?” Beliau ra menjawab, “Kullu (sebagian) itu adalah perintahku dan sebagiannya bukan perintahku.”

Semakna dengan ini apa yang disebutkan oleh Imam al-Akhdhori dalam kitab mantiq “Sulamul Munawraq” yang telah diberi syarah oleh Syeikh Ahmad al-Malawi dan diberi Hasyiah oleh Syeikh Muhamad bin Ali as-Shobban:

اَلْكُلُّ حُكْمُنَا عَلَى الْمَجْمُوْعِ*** كَكُلِّ ذَاكَ لَيْسَ ذَا وُقُوْعِ

وَحَيْثُمَا لِكُلِّ فَرْدٍ حُكِمَا*** فَإِنَّهُ كُلِّيَّةٌ قَدْ عُلِمَا

“Kullu itu kita hukumkan untuk majmu’ (sebagian atau sekelompok) seperti ‘Sebagian itu tidak pernah terjadi’. Dan jika kita hukumkan untuk tiap-tiap satuan, maka dia adalah kulliyyah (jami’ atau keseluruhan) yg sudah dimaklumi.”

Jelas bahwa secara bahasa kullu bisa bermakna semua atau sebagian.

Memaknai hadits di atas dengan sebagian bidah juga bukan pendapat baru. Ulama sekaliber Imam Nawawi ra dalam Syarah Muslim mengatakan mengenai hadits kullu bidah dholalah:

قَوْلُهُ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ هَذَا عَامٌّ مَخْصُوْصٌ وَالْمُرَادُ غَالِبُ الْبِدَعِ.

“Sabda Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam, “Kullu bid’ah dholalah”, ini adalah kata-kata umum yg dibatasi jangkauannya. Maksud “Kullu bidah dholalah”, adalah sebagian besar bid’ah itu sesat, bukan seluruhnya.” (Syarah Shahih Muslim, 6/154).

Penggunaan kata kullu dengan makna sebagian juga umum dalam percakapan bahasa Arab, bahkan di dalam al Quran pun ada beberapa contohnya. Di antaranya adalah:

Contoh lafadz Kullu (كل) bermakna sebagian dalam Al Quran:

a).Surat al-Ahqof: 25 tentang hancurnya segala sesuatu lantaran tiupan angin, yaitu:

تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لَا يُرَى إِلَّا مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ

Angin yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa. (QS al- Ahqof: 25)

Penggunaan kata kullu dengan makna sebagian juga umum dalam percakapan bahasa Arab, bahkan di dalam al Quran pun ada beberapa contohnya.
Dalam ayat ini disebutkan bahwa segala sesuatu ( ﻛُﻞَّ ﺷَﻴْﺊٍ )” dihancurkan oleh tiupan angin, namun ternyata rumah-rumah mereka yang tidak berdosa tidak ikut hancur. Ini menunjukkan tidak semua kata kullu (ﻛُﻞَّ ) itu selalu berarti “semua “.

b). Surat al-Anbiya’: 30 tentang tidak semua benda yang ada di bumi ini, terbuat dari Air, yaitu :

ﻭَﺟَﻌَﻠْﻨَﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﺎﺀِ ﻛُﻞَّ ﺷَﻴْﺊٍ ﺣَﻲ

Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup itu dari air. (QS al-Anbiya’: 30) .

Kata segala sesuatu ( ﻛُﻞَّ ﺷَﻴْﺊٍ ) pada ayat ini tidak bisa diartikan “segala sesuatu tercipta dari air,” tetapi harus diartikan “sebagian dari sesuatu ( ﺑَﻌْﺾُ ﺷَﻴْﺊٍ ) tercipta dari air.” Terbukti ada benda-benda lain yang diciptakan Allah bukan dari air, misalnya pada ayat:

ﻭَﺧَﻠَﻖَ ﺍﻟْﺠَﺂﻥَّ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﺭِﺝٍ ﻣِﻦْ ﻧَﺎﺭٍ

Dan Allah menciptakan Jin dari percikan api yang menyala (QS ar-Rohman:15)

d) Surat al-An’am ayat 44
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ

Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang diberikan kepada mereka, kami pun membuka semua pintu-pintu segala sesuatu untuk mereka.(QS  al-An’am 44)

Lafadz ( ﻛُﻞَّ ﺷَﻴْﺊٍ ) pada ayat ini tidak bisa di artikan ” pintu segala sesuatu dibukakan untuk mereka”, karena realitanya bahwa pintu rahmat tidak dibukakan untuk mereka disebabkan kelalaian mereka, maka makna ﻛُﻞَّ ﺷَﻴْﺊٍ pada ayat ini adalah sebagian sesuatu.

e) Surat an-Naml ayat 23 : tentang Ratu Bilqies yang diberikan ( مِنْ كُلِّ شَيْء)

إِنِّي وَجَدْتُ امْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ وَأُوتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ

Aku menemui seorang wanita yang memerintahkan mereka dan dia diberikan segala sesuatu dan mempunyai arsy yang besar. (QS an Naml: 23)

Lafadz ( ﻛُﻞَّ ﺷَﻴْﺊٍ ) pada ayat ini tidak bisa diartikan segala sesuatu karena realitanya Ratu Bilqies tidak diberikan segala sesuatu. Ratu Bilqies tidak mempunyai apa yang dimiliki Nabi Sulaiman, ini menunjukkan bahwa ia hanya diberikan sebagian saja bukan segala sesuatu.

Contoh Kata Kullu (كل) bermakna sebagian di dalam al-Hadits :
1.Hadits tentang semua mayit akan hancur dimakan bumi kecuali tulang ekor .

 كُلُّ ابْنِ آدَمَ يَأْكُلُهُ التُّرَابُ إِلَّا عَجْبَ الذَّنَبِ مِنْهُ خُلِقَ وَفِيهِ يُرَكَّبُ

Setiap (kebanyakan) keturunan Adam akan dimakan oleh tanah kecuali tulang ekornya dari nya ia diciptakan dan dengannya dia akan disusun (kembali dalam kehidupan selanjutnya)kendaraan. ( HR Muslim, an-Nasai, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dalam Musnadnya dan Imam Malik dalam Muwattho’nya)

Dalam hadits di atas lafadz (كل) bermakna kebanyakan bukan setiap atau semua karena ada di antara keturunan Nabi Adam as yang tidak dimakan oleh tanah diantaranya adalah para nabi dan rasul sesuai dengan hadits :

  ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ ﺣَﺮَّﻡَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﺃَﺟْﺴَﺎﺩَ ﺍﻟْﺄَﻧْﺒِﻴَﺎﺀِ

Sesungguhnya Allah mengharamkan kepada bumi memakan jasad para nabi . (HR Abu Dawud)

Hadits tentang jintan hitam (الحبة السوداء) obat segala penyakit ;

ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲْ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﺃَﻧَّﻪُ ﺳَﻤِﻊَ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﺒَّﺔِ ﺍﻟﺴَّﻮْﺩَﺍﺀِ : ‏( ﺷِﻔَﺎﺀٌ ﻣِﻦْ ﻛُﻞِّ ﺩَﺍﺀٍ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﺴَّﺎﻡَ ‏) ﻗَﺎﻝَ ﺍﺑْﻦُ ﺷِﻬَﺎﺏٍ : ﻭَﺍﻟﺴَّﺎﻡُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕُ

Dari Abi Hurairah ra bahwasanya beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda : Pada habbatus sauda’ ( jintan hitam) ada obat dari segala penyakit kecuali saam (kematian). Ibnu Syihab berkata : arti saam adalah mati. (HR Bukhari dan Muslim)

Lafadz  (كل داء ) tidak bisa diartikan segala penyakit tapi sebagian penyakit sesuai keterangan dari Imam Ibnu Hajar ra bahwa penyakit yang disembuhkan oleh habbatus sauda’ adalah penyakit yang bersifat dingin adapun sakit yang bersifat panas tidak bisa disembuhkan dengannya.

Imam al-Khottobi berkata : lafadz كل داء termasuk lafadz umum tapi bermakna khusus karena tidak ada obat dari tumbuh-tumbuhanan yang sifatnya dapat menyembuhkan semua penyakit.

Secara realita pun seperti itu, ada sebagian orang justru tidak cocok jika berobat dengan habbatus sauda’ (jintan jitam). Maka atas dasar inilah makna كل داء adalah sebagian penyakit saja bisa disembuhkan oleh habbatus sauda’.

Hadits tentang setiap mata berzina
Nabi SAW bersabda:

ﻛُﻞُّ ﻋَﻴْﻦٍ ﺯَﺍﻧِﻴَﺔ

Setiap Mata berzina. (HR Turmudzi, Ahmad, Ibnu Khuzaiman, Ibnu Hibban, Baihaqi, al Bazzar)

Lafadz ﻛُﻞُّ ﻋَﻴْﻦٍ ﺯَﺍﻧِﻴَﺔ tidak bisa di artikan setiap mata berzina karena makna dari hadits ini,seperti yang dijelaskan Syeikh al Mubarokfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi, adalah: Setiap mata yang melihat wanita yang bukan mahrom ( ajnabiyah) dengan syahwat adalah dihukumi berzina. Maknanya adalah hanya mata yang melihat wanita bukan mahrom dengan syahwat yang dihukumi berzina ada pun mata yang melihat bukan atas dasar hal tersebut tidak dihukumi zina.

Hadits lain yang menguatkan pendapat ini adalah hadits  mengenai Sahabat Jarir bin Abdillah al Bajali yang berkata:

ﺳَﺄَﻟْﺖُ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻋَﻦْ ﻧَﻈْﺮَﺓِ ﺍﻟْﻔَﺠْﺄَﺓِ، ﻓَﺄَﻣَﺮَﻧِﻲْ ﺃَﻥْ ﺃَﺻْﺮِﻑَ ﺑَﺼَﺮِﻱْ

Aku bertanya kepada Rasulullah SAW dari pandangan tiba-tiba (tidak sengaja). Maka beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku.” (HR Muslim).

Al-Imam Nawawi berkata: ”Makna pandangan tiba-tiba (tidak sengaja) adalah pandangan kepada wanita asing/bukan mahram (ajnabiyyah ) tanpa sengaja, tidak ada dosa baginya pada awal pandangan, dan wajib untuk memalingkannya pada saat itu juga.”

Dari keterangan di atas dapat kita fahami bahwa tidak setiap mata dihukumi berzina. Mata yang melihat tidak sengaja belum dihukumi berzina jika langsung dipalingkan pandangannya dari hal yang dilarang.

Dari semua contoh hadits dan ayat di atas disimpulkan bahwa kullu tidak harus bermakna semua ada juga yang bermakna sebagian. Siapa yang beranggapan kullu hanya bermakna semua sungguh telah mengada-ngada.

Jadi kata kullu bidah dholalah dapat diartikan ‘sebagian bid`ah adalah sesat’. Artinya ada sebagian bidah yang baik. Inilah yang diisyaratkan oleh Imam Syafii dalam ucapannya:

اَلْمُحْدَثَاتُ مِنَ اْلأُمُوْرِ ضَرْبَانِ، أَحَدُهُمَا مَا أُحْدِثَ مِمَّا يُخَالِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثَرًا أَوْ إِجْمَاعًا فَهَذِهِ اْلبِدْعَةُ الضَّلاَلَةُ وَالثَّانِي مَا أُحْدِثَ مِنَ اْلخَيْرِ لاَ خِلاَفَ فِيْهِ لِوَاحِدٍ مِنْ هَذَا، وَهَذِهِ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ،… ]البيهقي بإسناده في مناقب الشافعي [

”Hal baru terbagi menjadi dua, pertama apa yang bertentangan dengan Al- Quran, Sunah, atsar, dan ijma, maka inilah bid`ah dholalah. Yang kedua adalah hal baru dari kebaikan yang tidak bertentangan dengan salah satu dari yang telah disebut, maka tidak ada khilaf bagi seorang pun mengenainya bahwa hal baru ini tidak tercela….(al Baihaqi dalam Manaqib As Syafii)
Dari semua contoh hadits dan ayat di atas disimpulkan bahwa kullu tidak harus bermakna semua ada juga yang bermakna sebagian. Siapa yang beranggapan kullu hanya bermakna semua sungguh telah mengada-ngada.

Masalah

Sebagian orang bertanya, dalam riwayat lain disebutkan:

وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ

Setiap hal baru adalah bidah, setiap bidah adalah sesat dan setiap kesesatan ada di neraka. (HR Nasa’i)

Jika anda konsisten mengartikan kullu bidah dengan sebagian bidah, maka bagaimana dengan sabda Nabi Saw selanjutnya yang mengatakan kullu dholalah fin nar apakah anda artikan kullu di sini juga dengan sebagian sehingga artinya ada kesesatan yang baik?

Jawab: telah kami jelaskan bahwa kullu itu ada yang bermakna seluruh dan ada yang bermakna sebagian. Tidak ada halangan untuk menjadikan kullu dalam lafadz kullu bidah bermakna sebagian karena adanya qorinah yang menunjukkan ke arah itu, dan kullu dalam lafadz kullu dholalah bermakna keseluruhan.

Mengumpulkan dua lafadz yang sama dengan makna berbeda bukan bentuk ketidak-konsistenan jika memang ada qorinahnya. Bahkan itu adalah salah satu bentuk keindahan lafadz. Dalam ilmu Badi` (salah satu cabang ilmu Balaghoh) yang demikian itu disebut dengan istilah “Jinasut Tam.”
Mengumpulkan dua lafadz yang sama dengan makna berbeda bukan bentuk ketidak-konsistenan jika memang ada qorinahnya. 
Sebagai contoh, Nabi SAW pernah bersabda:

إِنَّمَا الْمَاءُ مِنْ الْمَاءِ

Sesungguhnya (wajibnya) air adalah karena air. (HR Muslim)

Di dalam hadits tersebut dikumpulkan dua kata ma`i (air) tapi makna keduanya berbeda. Yang pertama maknanya air untuk mandi sedangkan yang kedua maknanya air mani. Makna hadits tersebut wajibnya mandi dengan air adalah karena memancarnya air mani.

Di dalam ayat al Quran juga disebutkan:

وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ يُقْسِمُ الْمُجْرِمُونَ مَا لَبِثُوا غَيْرَ سَاعَةٍ

Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; “mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja).”(QS ar Rum: 55)

Dalam ayat tersebut disebutkan kata Saat dua kali. Yang pertama bermakna kiamat dan yang kedua bermakna sesaat.

Apakah anda akan katakan Nabi SAW dan Al Quran tidak konsisten karena menyebutkan dua kata sama dengan makna yang berbeda dalam satu alur? Orang yang memahami Balaghoh justru akan menganggap ini adalah keindahan dari bahasa al Quran dan hadits yang dinamakan dengan Jinasut Tam.

Begitulah pula tidak ada halangan untuk mengartikan dua kata kullu dalam hadits bidah dengan dua makna berbeda. Sebab memang ada qorinah yang menunjukkan demikian yakni ucapan Sayidina Umar ra dan hadits man sanna sunnatan.

Apakah anda akan katakan Nabi SAW dan Al Quran tidak konsisten karena menyebutkan dua kata sama dengan makna yang berbeda dalam satu alur? Orang yang memahami Balaghoh justru akan menganggap ini adalah keindahan dari bahasa al Quran dan hadits yang dinamakan dengan Jinasut Tam.

2.Makna Kullu: Semua

Kalau pun kita ikuti pendapat sebagian orang yang mengatakan kullu dalam hadits ﻛُﻞّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺿَﻼَﻟَﺔ adalah semua. Jadi semua bidah adalah sesat. Itu tidak berarti semua hal baru adalah sesat. Sebab mayoritas ulama mengatakan bahwa yang dimaksud bidah di sini adalah bidah yang menyalahi al Quran dan sunnah. Ada pun bidah yang masih dalam naungan al Quran dan hadits itu tidak masuk dalam hadits ini.

Meskipun dalam hadits hanya dikatakan bidah namun yang dimaksud adalah bidah yang buruk atau yang tidak sesuai dengan tuntunan al Quran dan sunah. Dalam Ilmu Balaghah yang demikian ini dinamakan :

حَذْفُ الصِّفَةِ عَنِ الْمَوْصُوْفِ

Membuang sifat dari benda yang bersifat”.

Contoh penerapan hal ini ada di dalam al Quran. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membuang sifat kapal dalam firman-Nya:

وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِيْنَةٍ غَصْبَا

“Di belakang mereka ada raja yang akan merampas semua kapal dengan paksa”. (Al-Kahfi: 79).

Yang dimaksud dengan kapal dalam ayat di atas adalah kapal yang baik, kapal yang buruk tidak akan dirampas oleh raja. Namun di dalam ayat di atas hanya disebutkan kapal saja. Ini adalah bukti penerapan pembuangan sifat.

Jika kita bandingkan dalam ayat di atas disebutkan كل سفينة padahal yang dimaksud adalah setiap kapal yang bagus. Begitulah pula dalam hadits dikatakan كل بدعة padahal yang dimaksud adalah setiap bidah yang buruk. Dalam dua tempat itu ada sifat yang dibuang yang dapat diketahui melalui qorinah yang ada.

Jadi jelas bahwa yang dimaksud dalam hadits kullu bidah dholalah jika kita artikan kullu dengan keseluruan adalah setiap bidah yang buruk adalah sesat. Inilah yang difahami oleh para ulama yang mutabarah.

Imam Nawawi dalam Syarah Muslim mengatakan mengenai hadits man sanna sunatan:

وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ تَخْصِيصُ قَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” كُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ ” ، وَأَنَّ الْمُرَادَ بِهِ الْمُحْدَثَاتُ الْبَاطِلَةُ وَالْبِدَع الْمَذْمُومَةُ

Hadits ini mengandung pengkhususan atas sabda Nabi SAW, “Setiap hal baru adalah Bidah dan setiap Bidah adalah sesat.” Bahwasanya yang dimaksud adalah hal baru yang batil dan bidah yang tercela.

Syaikh Mala Ali Qori dalam kitab Mirqotul Mafatih mengatakan:

) وَكُلُّ بِدْعَةٍ ( بِالرَّفْعِ وَقِيْلَ بِالنَّصْبِ ( ضَلَالَةٌ ) : قَالَ فِيْ ” الْأَزْهَارِ ” ، أَيْ : كُلُّ بِدْعَةٍ سَيِّئَةٍ ضَلَالَةٌ لِقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ : ” مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا “

(Dan setiap bidah) dibaca Rofa ada yang mengatakan Nashob (adalah sesat) berkata di dalam kitab Al Azhar bahwa maksudnya, Setiap bidah yang buruk. Ini berdasarkan hadits Nabi SAW, “Barangsiapa yang menciptakan satu gagasan yang baik dalam Islam, maka dia memperoleh pahalanya dan juga pahala orang yang melaksanakanya.”

Jelaslah bahwa baik secara bahasa, ushul, dan balaghoh. Hadits kullu bidah dholalah tidak bisa sembarangan diartikan. Jangan hanya mengambil satu hadits namun melupakan berpuluh dalil-dalil lainnya. Baik kita artikan Kullu dengan sebagian atau semua, tetap saja kita akan mendapatkan kesimpulan yang sama bahwa bidah itu ada yang baik dan ada yang buruk. Itulah keyakinan yang difahami oleh pembesar Ahlu sunnah wal jamaah semenjak zaman Sayidina Umar, Imam Syafii, Imam Nawawi, dan ulama-ulama Ahlu Sunah lain sampai pada masa kita kini.

والله اعلم ب الصواب

Posting Komentar

0 Komentar