TUNTUNAN BERSIKAP SANTRI DALAM KITAB SYARAH MUHANDZAB KARYA IMAM MUHYIDDIN AN NAWAWI

Al faqir Mohamad Habibi

Sumber gambar : almunawwir.com
Sembari mengisi kegiatan liburan musim panas, penulis mencoba belajar membaca lagi beberapa kitab Salaf yang terpampang di Komputer. Penulis menemukan hal menarik dalam kitab Majmu' Syarah Al Muhadzab yang mungkin masih relevan jika diterapkan saat ini, yang terkait dengan adab (manners) seorang santri/pelajar dalam menuntut Ilmu. Diantaranya adalah:

1. Menata dengan sangat baik dan hati-hati tujuan belajar. Tujuan belajar hanya untuk menggapai ridho Allah. Adapun mendapatkan pangkat, jabatan, kekayaan materi, popularitas adalah side effect dan bukan Tujuan. Oleh krena itu penting untuk selalu meng-update niat setiap saat. Karena hati layaknya ombak yang setiap saat bisa berubah arah disebabkan adanya angin.
hati layaknya ombak yang setiap saat bisa berubah arah disebabkan adanya angin.
2. Berusaha semaksimal mungkin untuk Selalu berbuat baik. Bisa dilakukan dari hal yang paling ringan dan mudah, seperti menampakkan senyum sumringah kepada sesama, ringan tangan, bersabar atas perilaku yang kurang mengenakkan, dan lain-lain.

3. Melindungi diri dari penyakit hati, seperti Hasud, Riya', Ujub (bangga dengan diri sendiri) disertai dengan meremehkan orang lain. Imam Nawawi memberikan perhatian lebih terkait hal ini, karena umumnya penyakit ini banyak menjangkiti para Santri. Imam Nawawi memberikan tips untuk mengikis penyakit Riya', Santri harus yaqin bahwa makhluk tidak dapat memberikan keuntungan maupun kerugian. Lantas untuk apa beribadah dengan tujuan mendapatkan atensi mereka?
Santri harus yaqin bahwa makhluk tidak dapat memberikan keuntungan maupun kerugian
Terkait penyakit berbangga diri, Imam Nawawi memberikan pengingat bahwa semua yang diberikan oleh Allah, baik itu Ilmu, Harta, Jabatan atau apapun semuanya merupakan Karunia Allah, Allah hanya menitipkan untuk sementara. Karena itu, Allah bebas memberi dan mengambilnya kapanpun dan dimanapun. Sedangkan penyakit meremehkan orang lain, Imam Nawawi dawuh bahwa Allah menilai manusia berdasarkan barometer takwa dan tiada seorangpun yang tahu kadar ketakwaan yang lain Kecuali hanya Allah. Bisa jadi yang hari ini tekun beribadah berakhir dengan maksiat, dan sebaliknya yang hari ini bermaksiat bisa juga berakhir dengan amal sholeh. Semua masih menjadi misteri. Semoga Allah memberikan kita Husnul Khotimah.

4. Istiqomah berdzikir yang diajarkan syariat, baik dalam bentuk tasbih, tahlil, maupun sholawat. Sampun katah(Sudah Banyak) ulama yang menganjurkan bersholawat, mulai dari KHR. As'ad Syamsul Arifin dengan Sholawat Khidiriyah, KH. Dalhar Watu Congol dengan Dalail Khoirot, sampai Imam Nawawi yang membaca 20.000 sholawat dalam semalam, Imam Ibnu Hajar al Haitami membaca 15.000 sholawat dalam semalam. Habib Luthfi pernah dawuh bahwa Sholawat akan menjadikan ilmu semakin terang benderang. Tidak heran, ilmu Ulama-ulama tersebut tetap bercahaya sampai sekarang. Selain intelektualitas yang berhubungan dengan pengetahuan, seorang santri juga harus memiliki pemahaman yang mendlam terkait dengan spiritualitas, yang meliputi ibadah dan tirakat.

5. Selalu merasa diawasi oleh Allah dalam kesendirian maupun keramaian. Diawasi oleh CCTV saja kita sudh berhati-hati apalagi oleh Allah yg menciptakan CCTV tersebut.

6. Selalu memprioritaskan Ilmu. Tidak menomer duakan ilmu dengan kegiatan yg lain. Ilmu bisa diperoleh dimanapun dan kapanpun.

7. Berusaha menuangkan ilmu yang dipunya dalam bentuk tulisan. Karan dengan menulis, santri akan lebih bnyak membaca, muthola'ah, musyawaroh, sehingga bisa menguasai ilmu secara detail.

8. Tidak segan dan gengsi belajar pada ulama yang kurang popular ketika sudah mendapatkan kemasyhuran. Misalnya, lebih dari 70 tabi'in belajar kepada 'Amru bin Syuaib yang pada dasarnya bukan Tabi'in.

Lah kita sekarang kan sudah bekerja dan belum pernah mondok? 
Loh insyaAllah kita ini santrinya mbah Hasyim Asy'ari karena sudah mau ikut 'ngurus' NU. 
Santri Saklawase. ☕
ما زالت طالبا

Posting Komentar

0 Komentar